SOAL
1.
Ceritakan reaksi awal bangsa Indonesia atas bangsa Jepang !
2.
Apa yang kamu ketahui dengan GERAKAN 3A, PUTERA, JAWA HOKOKAI, dan
ROMUSHA ?
3. Ceritakan tentang pengerahan tenaga rakyat, ekonomi, dan bahan pangan
pada masa pendudukan Jepang !
4.
Ceritakan masa akhir Jepang di Indonesia !
5.
Ceritakan kronologi proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia !
JAWAB
1.
Reaksi Awal Bangsa Indonesia Atas Bangsa Jepang
Awal mula ekspansi Jepang ke Indonesia
didasari oleh kebutuhan Jepang akan minyak bumi untuk keperluan perang.
Menipisnya persediaan minyak bumi yang dimiliki oleh Jepang untuk keperluan
perang ditambah pula tekanan dari pihak Amerika yang melarang ekspor minyak
bumi ke Jepang. Langkah ini kemudian diikuti oleh Inggris dan Belanda. Keadaan
ini akhirnya mendorong Jepang mencari sumber minyak buminya sendiri.
Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai mendarat
di tiga tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang,
masing-masing dengan kekuatan lebih kurang satu divisi. Pada awalnya, misi
utama pendaratan Jepang adalah mencari bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan
ini nyatanya disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Kedatangan Jepang
memberi harapan baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah menaruh
kebencian terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya
yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan
tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat Jepang berhasil merebut
pangkalan udara Kalijati untuk dipersiapkan sebagai pangkaan pesawat. Hingga
akhirnya tanggal 9 Maret tahun Showa 17, upacara serah terima kekuasaan
dilakukan antara tentara Jepang dan Belanda di Kalijati.
Sikap Jepang pada awal kedatangannya semakin menarik simpati rakyat
Indonesia. Dan kemenangan Jepang atas perang Pasifik digembor-gemborkan sebagai
kemenangan bersama, yaitu kemenangan bangsa Asia. Saat tentara Jepang hendak
mendarat di Indonesia, Pemerintah Jepang mengeluarkan slogan-slogan : ”India
untuk orang India, Birma untuk orang Birma, Siam untuk orang Siam, Indonesia
untuk orang Indonesia.” Jepang juga memberikan janji kemerdekaan “Indonesia
shorai dokuritsu”, dan membiarkan bendera Indonesia dikibarkan. Bahkan sebelum
Jepang mendarat di Pulau Jawa, siaran Tokyo sering menyiarkan lagu kebangsaan
Indonesia. Tindakan lain yang dilakukan oleh Jepang adalah melakukan pelarangan
terhadap penggunaan bahasa Belanda.
Setelah kedatangannya ke Indonesia, tentara ke 16 sebagai perwakilan
pemerintah militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan propaganda yang
disebut dengan Sendenbu. Badan ini berfungsi untuk mendukung pergerakan Jepang di Indonesia. Melalui badan ini pula, “Gerakan
3A” dipropagandakan, yaitu:
a.
Jepang Cahaya Asia
b.
Jepang Pemimpin Asia
c.
Jepang Pelindung Asia
2.
Pengerahan Tenaga Rakyat
Pengerahan tenaga rakyat pada masa
pendudukan jepang antara lain untuk melaksanakan kerja paksa. Selain itu, para
rakyat juga diwajibkan untuk masuk menjadi anggota organisasi militer maupun
semi militer yang dibentuk Jepang.
1.
Romusha
Romusha adalah kerja paksa (tanpa dibayar) pada zaman
penduduka Jepang. Tujuannya adalah membangun sarana dan prasarana untuk
kepentingan rakyat Jepang. Sarana dan prasarana tersebut antara lain jembatan,
lapangan terbang, serta gua-gua tempat persembunyian.
2.
Kinrohosi
Kinrohosi adalah kerja paksa (tanpa dibayar) untuk para
pamong desa dan pegawair rendahan. Mereka diperlakukan sebagai tenaga romusha
yang lainnya. Para kinrohosi banyak yag dikirim ke luar Jawa untuk membantu
membuat pertahanan tentara Jepang.
3.
Wajib
Militer
Berikut ini wajib militer yang dibentuk untuk membantu
Jepang menghadapi Sekutu.
a.
Seinendan
(Barisan Pemuda), dibentuk tanggal 9 Maret 1943 dengan anggota para pemuda usia
14-22 tahun.
b.
Keibodan
(Barisan Pembantu Polisi), dibentuk tanggal 29 April 1943 dengan anggota para
pemuda usia 23-25 tahun.
c.
Fujinkai
(Barisan Wanita), dibentuk pada bulan Agustus 1943, dengan anggota para wanita
usia 15 tahun ke atas.
d.
Gakutotai
(Barisan Pelajar), anggotanya terdiri dari murid-miridd sekolah lanjutan.
e.
Heiho
(Pembantu Pranjurit Jepang), dibentuk pada bulan April 1943 dengan anggota
pemuda berusia 18-25 tahun.
f.
PETA
(Pembela Tanah Air), dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 dengan tujuan untuk
memoertahankan tanah air Indonesia dari penjajahan bangsa Barat.
g.
Jawa
Hohokai (Kebaktian Rakyat Jawa), dibentuk pada tanggal 1 Maret 1944 dengan
tujuan untuk mengerahkan rakyat agar mau membantu atau berbakti kepada Jepang.
h.
Suisyintai
(Barisan Pelopor), dibentuk pada tanggal 24 September 1944 dan diresmikan pada
tanggal 25 September 1944. Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat.
Pengerahan
Bidang Ekonomi
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang
maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri
yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik,
Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat
titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi
tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan
meningkat drastis. Jepang menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki
(memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang).
Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk
kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun
material.
Pengerahan Bahan Pangan
Jepang menerapkan sistem
pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat.
Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa
persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang.
Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli
penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung
berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam
pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
3.
Gerakan 3A
Gerakan Tiga A adalah propaganda Kekaisaran Jepang
pada masa Perang Dunia 2 yaitu "Jepang Pemimpin Asia", "Jepang
Pelindung Asia" dan "Jepang Cahaya Asia". Gerakan Tiga A
didirikan pada tanggal 29 April 1942. Pelopor gerakan Tiga A ialah Shimizu
Hitoshi. Ketua Gerakan Tiga A dipercayakan kapada Mr. Syamsuddin. Gerakan Tiga A
bukanlah gerakan kebangsaan Indonesia. Gerakan ini lahir semata - mata untuk
memikat hati dan menarik simpati bangsa Indonesia agar mau membantu Jepang.
Gerakan ini kurang mendapat perhatian rakyat, karena bukan gerakan kebangsaan
Indonesia. Oleh karena kurang berhasil menggerakkan rakyat Indonesia dalam
membantu Usaha tentara Jepang, maka gerakan ini dibubarkan pada tahun 1943 dan
digantikan oleh PuTeRa
(Putera)
Pusat Tenaga Rakyat
Pusat Tenaga Rakyat atau Putera adalah organisasi yang dibentuk
pemerintah Jepang di Indonesia pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir.Soekarno
M.Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan K.H Mas Mansyur. Tujuan Putera adalah untuk
membujuk kaum Nasionalis dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan
tenaganya untuk kepentingan perang melawan Sekutu dan diharapkan dengan adanya
pemimpin orang Indonesia, maka rakyat akan mendukung penuh kegiatan ini. Dalam
tempo singkat Putera dapat berkembang sampai ke daerah dengan anggotanya adalah
kumpulan organisasi profesi seperti, Persatuan Guru Indonesia, perkumpulan
pegawai pos, radio dan telegraf, perkumpulan Istri Indonesia, Barisan Banteng
dan Badan Perantara Pelajar Indonesia serta Ikatan Sport Indonesia. Latar
belakang gerakan putera berhubungan dengan gerakan BPUPKI dan kemerdekaan
karena gerakan putera dan BPUPKI dibentuk oleh pemerintah jepang, dan orang
orang yang ada di BPUPKI adalah orang orang yang ada di gerakan
putera.hubungannya adalah tidak resmi,karna apabila hubungan itu resmi,maka
jepang mengetahui rencana para pahlawan untuk memerdekakan indonesia.
Propaganda Tiga A yang disebarluaskan oleh
Jepang untuk mencari dukungan rakyat Indonesia ternyata tidak membuahkan hasil
memuaskan, karena rakyat justru merasakan tindakan tentara Jepang yang kejam
seperti dalam kerja paksa romusha. Oleh sebab itu pemerintah
Jepang berupaya mencari dukungan dari para pimpinan rakyat Indonesia dengan
cara membebaskan tokoh-tokoh pergerakan nasional antara lain Soekarno, Hatta dan Syahrir serta merangkul mereka
dalam bentuk kerjasama. Para pemimpin bangsa Indonesia merasa bahwa
satu-satunya cara menghadapi kekejaman militer Jepang adalah dengan bersikap
kooperatif. Hal ini semata untuk tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan
secara tidak langsung. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka mereka sepakat
bekerjasama dengan pemerintah militer Jepang dengan pertimbangan lebih
menguntungkan dari pada melawan. Hal ini didukung oleh propaganda Jepang untuk
tidak menghalangi kemerdekan Indonesia. Maka setelah terjadi kesepakatan,
dibentuklah organisasi baru bernama Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Keberadaan
Putera merupakan organisasi resmi pemerintah yang disebarluaskan melalui surat
kabar dan radio, sehingga menjangkau sampai ke desa, namun tidak mendapatkan
bantuan dana operasional. Meskipun kegiatannya terbatas, para pemimpin Putera
memanfaatkan media massa yang disediakan untuk mengikuti dan mengamati situasi
dunia luar serta berkomunikasi dengan rakyat. Karena Putera tidak menguntungkan
Jepang, Putera hanya bertahan selama setahun, lalu dibubarkan dan diganti
dengan Jawa Hokokai.
JAWA HOKOKAI
Himpunan Kebaktian Rakjat Djawa (ジャワ奉公会 Jawa Hōkōkai?) merupakan perkumpulan yang dibentuk oleh Jepang pada 1 Maret 1944 sebagai pengganti Putera. Jawa Hokokai merupakan organisasi resmi pemerintah
dan berada langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang. Pemimpin tertinggi
perkumpulan ini adalah Gunseikan dan Soekarno menjadi penasihat
utamanya. Jawa Hokokai dibentuk sebagai organisasi pusat yang merupakan
kumpulan dari Hokokai (奉公会 Hokokai,
secara literal Himpunan Pengabdi Masyarakat?)
atau jenis pekerjaan (profesi), antara lain Himpunan Kebaktian Dokter (医師 奉公会
Izi Hokokai, modern: Ishi Hokokai?),
Himpunan Kebaktian Pendidik (教育 奉公会 Kyoiku
Hokokai?),
Organisasi Wanita (婦人会 Fujinkai?)
dan Pusat Budaya (啓民文化指導所 Keimin
Bunko Syidosyo?).
Romusha
Romusha (労務者 rōmusha:
"buruh",
"pekerja") adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha.
Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah
orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang
ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta.
4.
Masa Akhir Jepang Di Indonesia
Menjelang tahun 1945, posisi jepang dalam perang
Pasifik mulai terjepit. Jendral Mac. Arthur, Panglima Komando Pertahanan
Pasifik Barat Daya yang terpukul di Filiphina mulai melancarkan pukulan balasan
dengan siasat "Loncat Katak nya". Satu persatu pulau-pulau antara Australia
dan jepang dapt direbut kembali. Pada bulan April 1944 sekutu telah mendarat di
Irian Barat. Kedudukan Jepang pun semakin terjepit.
Keadaan makin mendesak ketika pada bulan Juli 1944
Pulau Saipan pada gugusan Kepulauan Mariana jatuh ke tangan Sekutu. Bagi Sekutu
pulau tersebut sangat penting karena jarak Pulau Saipan-Tokyo dapat dicapai
oleh pesawat pengebom B 29 USA. Hal itu menyebabkan keguncangan pada masyarakat
Jepang. Situasi Jepang pun semakin buruk.
Akibat faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut,
menyebabkan jatuhnya kabinet Tojo Pada tanggal 17 Juli 1944 dan digantikan oleh
Jendral Kuniaki Kaiso. Agar rakyat Indonesia bersedia membantu Jepang dalam
perang Pasifik, maka pada tanggal 7 September 1944 perdana Menteri Kaiso
memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Janji ini
dikenal sebagai janji kemerdekaan Indonesia.
Sebagai realisasi dan janji kemerdekaan yang telah diucapkan
oleh Kaiso, maka pemerintah pendudukan Jepang dibawah pimpinan jendral
Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu
Junbi Coosakai). Tugas BPUPKI adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal
yang penting yang berhubungan dengan berbagai hal menyangkut pembentukan negara
Indonesia merdeka.
BPUPKI memiliki 67 orang anggota bangsa Indonesia ditambah
dengan 7 orang dari golongan Jepang. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman
Wedyodiningrat dan dibantu oleh dua orang ketua muda yaitu R.P.Suroso dan
Ichibangse dari Jepang. Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 mei 1945 di
Gedung Cuo Sangi In di jalan Pejambon Jakarta (Sekarang gedung
Departemen Luar Negeri).
Selama masa berdirinya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak
dua kali. Sidang pertama beralngsung antara tanggal 29 Mei - 1 Juni membahas
rumusan dasar negara. Sidang kedua berlangsung tanggal 10-16 Juli 1945 membahas
batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan
pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Iinkai). PPKI diketuai
oleh Ir. Soekarno.
Setelah itu keadaan Jepang semakin terjepit dua kota di
Jepang dibom atom oleh sekutu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom yang
dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan
menewaskan 192.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota nagasaki
dibom oleh sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak
berdaya dan pada tanggal 14 Agustus 1945 jepang menyerah tanpa syarat pada
sekutu.
5.
Kronologi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
6 Agustus
1945 sebuah bom
atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika
Serikat yang mulai menurunkan moral semangat
tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia / Dokuritsu Junbi
Inkai), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan
Indonesia. Pada 9 Agustus
1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat
dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang
kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10
Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah
Jepang.
Pada tanggal 12
Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman
bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan
proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara
kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta
dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan
Syahrir mendesak agar Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai
tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada
Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti
dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan
dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno
mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan
karena itu adalah hak Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara
itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi
kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Pada tanggal 14
Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji
akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir,
Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut,
golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun
dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat
PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan
kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa
militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein
(Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo
kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana
Muda Maeda, di Jalan Medan
Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan
mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab
ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan
harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang
menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan
para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi
tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak
tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa
Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul
Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora
kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim
gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam
gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16
Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota
PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9
bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno
bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang,
apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr.
Ahmad Soebardjo melakukan
perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali
ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak
terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang
kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah
pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya
(sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI
diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan
Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta
kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan
Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia
Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang
diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang,
untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa
sejak siang hari tanggal 16
Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat
memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana
telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.
Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu
sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani
oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja
PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas
itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh
Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira
penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak
punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura,
Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana
Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi
oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat
dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan
teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan
disaksikan oleh Soekarni,
B.M.
Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti
Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di
kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada
kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti
kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan
kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M
Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim
Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati,
Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang
diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann
Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan
Ikada, namun berhubung alasan keamanan
dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik
Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan
golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung
pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di
laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu
adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah,
Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani
teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi
harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi
oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah
Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan
sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan
Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan
alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab
itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang
membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di
Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung,
kurang lebih 100 orang anggota Barisan
Pelopor yang dipimpin S.Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari
Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi,
namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan
menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia,
yang selanjutnya dikenal sebagai UUD
45. Dengan demikian terbentuklah
Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan
kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta
terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai
presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil
presiden akan dibantu
oleh sebuah Komite Nasional.
No comments:
Post a Comment